Strategi Untuk Tetap Tenang Dalam Percakapan Sulit

Kemampuan komunikasi yang efektif dalam situasi sulit sangat penting, baik dalam konteks pribadi maupun profesional. Dalam interaksi yang menantang, individu sering menghadapi tekanan emosional yang dapat mempengaruhi hasil percakapan. Individu, termasuk pengasuh yang merawat orang dengan demensia, sering dibatasi dalam kemampuan mereka untuk menyeimbangkan tuntutan perawatan dengan kebutuhan pribadi, dan hal ini dapat menyebabkan stres emosional yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi komunikasi yang dapat membantu menjaga ketenangan dan memperjelas pemikiran dalam situasi sulit. Keterampilan komunikasi yang baik, seperti empati dan kemampuan untuk mengelola pembicaraan dalam situasi sulit, merupakan kunci untuk meningkatkan interaksi antara perawat dan pasien.

Dalam memahami dampak dari percakapan sulit terhadap hubungan interpersonal, mengembangkan keterampilan komunikasi di bidang kedokteran, yang mencakup pengelolaan situasi yang menantang. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan ini dapat diterapkan secara luas dan sangat berharga dalam berbagai konteks komunikasi. Selain itu, individu sering kali menggunakan strategi emosional untuk tetap tenang dan positif, yang sejalan dengan prinsip untuk mengelola reaksi emosional dalam konteks yang penuh tekanan. Dengan menerapkan tujuh strategi utama dalam percakapan yang menantang, individu dapat berusaha untuk tetap tenang dan berpikir jernih, sehingga memperbaiki hasil dari interaksi yang dihadapi.

  • Strategi Mengelola Diri dalam Percakapan Sulit
    • Pause and Breathe (Berhenti Sejenak dan Tarik Napas)
      Dalam mengelola diri dalam percakapan yang sulit, strategi pertama yang dapat diterapkan adalah "Pause and Breathe" (Berhenti Sejenak dan Tarik Napas). Teknik ini penting untuk menenangkan respons fisiologis tubuh dan menghindari reaksi impulsif yang mungkin terjadi di tengah ketegangan. McCullough dan Lastra menjelaskan bahwa dengan memberikan jeda sejenak untuk menarik napas, individu dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kapasitas pemikiran rasional sebelum menjawab situasi yang menekan. Teknik pernapasan ini juga dapat membantu individu tetap tenang dan merespons dengan lebih bijaksana.
    • Shift from Reaction to Reflection (Dari Reaksi Menuju Refleksi)
      Selanjutnya, langkah kedua adalah "Shift from Reaction to Reflection" (Dari Reaksi Menuju Refleksi). Memberikan waktu sebelum merespons memungkinkan seseorang untuk berpikir lebih mendalam tentang situasi yang dihadapi, yang pada gilirannya dapat mengganti pola pikir dari “menyerang atau membela” ke “memahami dan merespons.” Sullivan mencatat pentingnya memiliki pesan yang jelas dan mudah diingat dalam situasi yang penuh tekanan, yang merupakan bagian dari proses refleksi. Dengan melatih pola pikir ini, individu dapat lebih siap untuk mendengar perspektif orang lain tanpa terjebak dalam insting defensif.
    • Focus on What You Can Control (Fokus pada Hal yang Bisa Anda Kendalikan)
      Strategi "Focus on What You Can Control" (Fokus pada Hal yang Bisa Anda Kendalikan) menekankan pentingnya mengenali batasan diri dalam situasi interaksi. Sebagaimana diungkapkan oleh Harris, dengan melepaskan keinginan untuk mengubah orang lain, individu dapat menjaga sikap dan emosi mereka sebagai bentuk kekuatan pribadi, yang dapat sangat membantu dalam menjaga kontrol di tengah percakapan yang sulit.
    • Practice Empathy (Latih Empati)
      Latihan empati juga merupakan strategi kunci dalam menangani percakapan sulit. Dengan mencoba melihat situasi dari sudut pandang lawan bicara, individu dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik dan membedakan antara memahami dan menyetujui. Macgillivray menekankan bahwa fokus pada komunikasi nonverbal dan emosi yang terkait dapat meningkatkan keterlibatan dan hasil positif dari percakapan yang menantang. Pertanyaan empatik dapat berfungsi sebagai alat untuk menggali lebih dalam pada perasaan dan perspektif pihak lain, yang tidak hanya menunjang komunikasi yang lebih efektif tetapi juga membangun hubungan yang lebih kuat dalam interaksi tersebut.
    • Listen to Understand, Not to Respond (Mendengarkan untuk Memahami, Bukan untuk Membalas)
      Strategi "Listen to Understand, Not to Respond" (Mendengarkan untuk Memahami, Bukan untuk Membalas) menekankan perbedaan antara mendengarkan pasif dan aktif, di mana mendengarkan aktif melibatkan perhatian penuh, penilaian, dan pemrosesan informasi yang disampaikan oleh lawan bicara. Mendengarkan aktif tidak hanya tentang mendengar kata-kata, tetapi juga memahami makna di baliknya, yang dapat dicapai melalui teknik mendengarkan reflektif dan mengulang poin-poin penting. Dengan cara ini, pendengar dapat menunjukkan bahwa mereka benar-benar memperhatikan lawan bicara dan berupaya memahami perspektif mereka, yang membantu dalam membangun hubungan yang lebih baik dan mengurangi satu sisi yang mungkin merasa diabaikan.
    • Ask Clarifying Questions (Ajukan Pertanyaan Penjelas)
      Dalam konteks "Ask Clarifying Questions" (Ajukan Pertanyaan Penjelas), pertanyaan klarifikasi menjadi alat yang efektif untuk memperjelas maksud dari pernyataan yang mungkin ambigu atau membingungkan. Farida menekankan bahwa ajakan untuk mengajukan pertanyaan terbuka dan netral dapat membantu mempersempit kesalahpahaman dan memastikan bahwa semua pihak berada pada pemahaman yang sama. Misalnya, pertanyaan seperti "Apa yang Anda maksud dengan itu?" atau "Bisakah Anda menjelaskan lebih lanjut?" menciptakan kesempatan bagi individu untuk menggali informasi yang lebih dalam. Dengan cara ini, individu tidak hanya menunjukkan minat mereka dalam memahami, tetapi juga mengurangi kemungkinan konflik yang timbul dari kesalahpahaman.
    • Take a Break If Needed (Ambil Jeda Jika Perlu)
      Strategi "Take a Break If Needed" (Ambil Jeda Jika Perlu) adalah langkah penting lainnya dalam mengelola percakapan yang menantang. Mengidentifikasi tanda-tanda ketika emosi mulai tak terkendali dan meminta jeda secara profesional dan sopan merupakan keterampilan yang krusial. Elmetaher mengungkapkan bahwa memberi waktu sejenak untuk mendinginkan suasana dapat membantu semua pihak untuk merenungkan apa yang telah dibicarakan dan mengurangi ketegangan yang ada. Ketika melanjutkan percakapan setelah jeda, penting untuk melakukan pendekatan secara konstruktif agar percakapan dapat berlanjut dengan fokus pada pemecahan masalah daripada konflik.
  • Penerapan Strategi dalam Kehidupan Sehari-hari
    Penerapan strategi mengelola diri dalam percakapan sulit dapat terlihat jelas dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari, termasuk di lingkungan kerja. Misalnya, seorang manajer yang menerima kritik dari bawahannya mungkin akan merasakan ketidaknyamanan dan defensif. Namun, dengan menerapkan strategi seperti menarik napas dan mendengarkan secara aktif, manajer tersebut dapat mengubah momen yang berpotensi menjadi konflik menjadi peluang untuk pertumbuhan dan peningkatan. Dalam konteks ini, Prober et al. menyoroti pentingnya keterampilan mengelola percakapan sulit sebagai bagian dari kompetensi penting bagi pemimpin dan profesional, yang dapat memfasilitasi hubungan yang lebih baik di tempat kerja. Pertanyaan reflektif, seperti "Apa yang bisa saya lakukan lebih baik?", menunjukkan kesiapan manajer untuk beradaptasi dan mendengarkan pandangan orang lain, sehingga menciptakan atmosfer yang lebih kolaboratif.

Di dalam konteks keluarga, penerapan strategi seperti berhenti sejenak, mendengarkan dengan empati, dan mengajukan pertanyaan penjelas dapat membuka jembatan komunikasi yang efektif ketika terjadi perbedaan pendapat antar pasangan. Menurut Levine et al., tantangan dalam percakapan sulit sering kali terletak pada ketegangan antara kejujuran dan kebaikan, di mana mendengarkan dengan empati dan mengajukan pertanyaan klarifikasi berfungsi untuk meredakan ketegangan tersebut. Misalnya, dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang netral tentang perasaan pasangan, individu dapat mengurangi potensi konflik dan meningkatkan pemahaman, yang sangat penting dalam menjaga keharmonisan hubungan.

Dalam menghadapi percakapan yang sulit, penerapan strategi komunikasi yang efektif sangatlah penting, baik di lingkungan kerja maupun dalam konteks keluarga. Dengan menerapkan teknik seperti menarik napas, mendengarkan secara aktif, mengajukan pertanyaan klarifikasi, dan beristirahat jika diperlukan, individu dapat mengubah potensi konflik menjadi kesempatan untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam. Keterampilan ini tidak hanya meningkatkan kualitas interaksi tetapi juga memperkuat hubungan interpersonal. Seiring dengan pemahaman bahwa komunikasi yang baik melibatkan empati dan ketenangan, individu memiliki kemampuan untuk menciptakan atmosfer yang lebih positif dan produktif. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola diri dalam percakapan sulit merupakan aset berharga yang dapat membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

Referensi :
Chaldas-Majdanska, J., Bieniak, M., & Karska, K. (2020). Interpersonal Communication Between Nurses and Hospitalized Patients – A Review of Polish Literature. Journal of Education Health and Sport, 10(2), 97–106. https://doi.org/10.12775/jehs.2020.10.02.013
Elmetaher, H. (2021). Developing English Listening Skills: Can Active Learning Help? Mj, 45(3), 1–7. https://doi.org/10.61871/mj.v45n3-15
Farida, F. (2025). Active Listening Untuk Meningkatkan Kapasitas Kepemimpinan Pengurus Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Dan Kamoro (YPMAK) Timika. Ecd, 6(1), 117–126. https://doi.org/10.32670/ecoopsday.v6i1.5179
Gottschalk, S., Neubert, L., König, H., & Brettschneider, C. (2021). Balancing Care Demands and Personal Needs: A Typology on the Reconciliation of Informal Dementia Care With Personal Life Based on Narrative Interviews. Dementia, 20(8), 2689–2707. https://doi.org/10.1177/14713012211008306
Harris, B. (2020). Resilient Teachers Focus on What They Can Control. 53–55. https://doi.org/10.4324/9781003058649-12
King, C., & Williams, B. (2021). Enabling Difficult Conversations in the Australian Health Sector. Australian Journal of Advanced Nursing, 38(3). https://doi.org/10.37464/2020.383.310
Leber, M. (2025, January 3). 7 Strategies to Stay Calm In Difficult Conversations | Mike Leber | 255 comments [Online forum post]. https://www.linkedin.com/posts/michaelleber_7-strategies-to-stay-calm-in-difficult-conversations-activity-7280936949928845312-Tvya/?utm_source=combined_share_message&utm_medium=member_desktop_web
Levine, E., Roberts, A., & Cohen, T. R. (2020). Difficult Conversations: Navigating the Tension Between Honesty and Benevolence. Current Opinion in Psychology, 31, 38–43. https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2019.07.034
MacGillivray, F. (2022). How a Focus on Nonverbal Communication Can Help With Difficult Conversations. Livestock, 27(2), 78–83. https://doi.org/10.12968/live.2022.27.2.78
McCullough, L., & Lastra, A. C. (2021). Breathing Pauses. 95–122. https://doi.org/10.1007/978-3-030-65302-6_5
Prober, C. G., Grousbeck, H. I., & Meehan, W. F. (2022). Managing Difficult Conversations: An Essential Communication Skill for All Professionals and Leaders. Academic Medicine, 97(7), 973–976. https://doi.org/10.1097/acm.0000000000004692
Rakhmonov, N. R., & Xamidova, D. (2024). Problems and Solutions in Teaching Listening Skills to B1-Level Students. Kokand University Herald, 13, 362–365. https://doi.org/10.54613/ku.v13i.1098
Schoenau, M. N., Missel, M., & Holen, M. (2024). ‘Staying Cool, Calm and Positive’: A Dialogical Narrative Analysis of Emotional Reactions in Narratives About Operable Lung Cancer. Scandinavian Journal of Caring Sciences, 38(2), 368–377. https://doi.org/10.1111/scs.13241
Sullivan, J. M. (2021). 16. Stay Calm and Carry On: How to Stay on Point When in a Crisis. 356–378. https://doi.org/10.18574/nyu/9781479801701.003.0017

Penulis : Erna Susilowati
Editor : Ajeng Diah Hartawati M.Psi, Psikolog