Belajar Mandiri Maksimalkan Potensi Diri

Tidak sedikit stigma belajar adalah berkaitan dengan kegiatan di sekolah. Guru adalah orang  yang mengajar di sekolah. Sebagai murid yang menjalani sekolah harus lulus dengan cara mencapai nilai angka tertentu yang telah ditetapkan. Ketika mendengar kata belajar seringkali yang terbayang pertama adalah tentang membaca buku, menghafal, dan untuk mengerjakan soal ujian. Konsep dan pemahaman tentang “belajar” yang sempit seperti itu menjadikan proses individu untuk tumbuh berkembang menjadi terhambat dan kurang optimal lho. Kenapa begitu? Hal ini disebabkan oleh :

  1. Proses belajar hanya akan dimaknai sekedar untuk mencapai target nilai angka dan lulus, bukan menambah wawasan dan kemampuan untuk bisa dimanfaatkan,
  2. Proses belajar dirasa sebagai sebuah tuntutan sehingga tidak menyenangkan,
  3. Proses belajar hanya mencapai tahap pengetahuan, kurang pengalaman, kurang bisa diaplikasikan dalam kehidupan dan keseharian, sehingga mudah terlupakan
  4. Munculnya perasaan lelah jenuh dengan belajar, sehingga malas untuk membaca dan mempelajari hal baru diluar sekolah
  5. Menurunnya kesehatan dan ketahanan mental ditandai dengan munculnya pemikiran ketika telah lulus sekolah cenderung memilih “istirahat” dibandingkan semangat untuk bersikap aktif dan kreatif.

Belajar sesungguhnya tidak hanya berlangsung di dalam Lembaga-lembaga pendidikan formal berjenjang seperti sekolah. Seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan (jika ia menginginkan) dimanapun, kapanpun, dan dari manapun. Pengalaman apapun bisa dijadikan sebagai media dan saran belajar.

Konsep seperti yang di jelaskan di atas dikenal dengan konsep pembelajaran yang disebut Heutagogy. Konsep ini pertama kali diciptakan oleh Dr.Stewart Hase dari Southern Cross University. Konsep ini merupakan studi tentang belajar yang ditentukan oleh diri sang pembelajar. Pada dasarnya, Heutagogy merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara mandiri dan sangat fleksibel. Dalam proses pembelajaran benar-benar mandiri tanpa diarahkan.

Konsep pemahaman ini berangkat dari kesadaran bahwa seseorang yang telah selesai menempuh Pendidikan formal harus mampu untuk terus mengembangkan apa yang telah didapat dalam Lembaga Pendidikan formal karena ilmu yang sebenarnya akan lebih banyak didapatkan di luar sekolah daripada di dalam sekolah. Dengan kata lain, Heutagogy akan membuat seseorang untuk terus belajar sepanjang hayat.

Heutagogy bukan hal yang mudah, harus diawali dari usia dini dan hal ini harus ditunjang dengan berbagai metode yang dapat menunjang hal tersebut dicapai. Salah satu kelemahan di sistem Pendidikan kita adalah kita tidak dilatih untuk menguasai belajar menggunakan Heutagogy tetapi cenderung disuapi. Hal ini membuat pembelajar tidak terbiasa untuk mengeksplorasi. Padahal eksplorasi merupakan jalan menemukan potensi diri dan berbagai informasi dari dalam diri maupun luar diri.

Kalian perlu menyadari bahwa penilaian dalam bentuk angka bukanlah satu-satunya indicator dari kesuksesan dari proses belajar. Indikator keberhasilan dari belajar selain itu antara lain : Meningkatnya kemampuan tertentu, terbentuknya karakter, berubahnya perilaku, meningkatnya ketahanan diri, menciptakan sesuatu, membuat sebuah perubahan, atau menemukan sesuatu yang baru juga bisa dikatakan berhasil lho. Indikator keberhasilan ini bisa bersifat subjektif. Oleh karena itu, setiap orang berhak menentukan sendiri apa yang ingin dicapainya, kemana tujuannya. Dari sekarang, tentukan sendiri apa yang ingin kalian pelajari, apa yang ingin kalian capai, ingin menjadi seorang yang seperti apa. Motivasi akan muncul dari dalam diri, kemudian potensi-potensi akan lebih mudah keluar secara maksimal. “Change is the end result of all True Learning” – Leo Buscalgia.

 

Referensi :
Blaschke, Lisa Marie. (2012). Heutagogy and Lifelong Learning: A Review of Heutagogical Practice and Self-Determined Learning. International Review of Research in Open and Distributes Learning, vol.13 (1).

 

Di tulis oleh :
Ajeng Diah Hartawati