Alasan Kamu Burnout & Solusinya

Kamu mungkin pernah atau bahkan saat ini sedang merasakan kondisi emosional yang membuat capek jiwa maupun raga. Sedangkan di sisi lain, ada banyak kewajiban yang masih perlu terus dijalani, dilakukan, dan diselesaikan. Bagi mahasiswa, belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari dosen adalah kewajiban. Selepas menjadi mahasiswa pun hal tersebut tidak berhenti loh. Sebagai pekerja, belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari atasan ataupun perusahaan adalah kewajiban.
Sekarang coba kamu mengingat dan menyadari, apakah dirimu pernah merasa lemes banget, tidak semangat, lalu pas kerja rasanya semuanya salah, semua kerjaan seperti menyiksa, habis kerja badan lelah langsung tidur, tapi pas bangun rasanya tetap saja lelah pegel-pegel badannya, rasanya tidak mau kerja tidur saja, tetapi tetep harus kerja dan kamu pun langsung bangun. Semua proses itu terulang-ulang kembali. Atau kamu sedang merasakannya saat ini?
Kalau iya, mungkin kamu lagi ngalamin yang namanya burnout.
Rasa burnout itu wajar kok melihat waktu yang dipakai buat kerja itu delapan jam alias sepertiga dari hidup kita, atau bahkan lebih ya, apalagi di masa-masanya kuliah ataupun kerja dari rumah, kerjaan datang seperti tidak ada berhentinya.

Nah pada artikel ini akan dibahas burnout itu apa, kenapa, dampaknya apa, sampai gimana cara kamu bisa mengatasinya.

Burnout adalah kondisi kelelahan secara psikis karena stres yang berkepanjangan atau terjadi secara berulang akibat kerjaan. Tiga dimensi kunci dari respon ini adalah kelelahan yang luar biasa, perasaan sinisme dan keterpisahan dari pekerjaan, dan ketidakefektifan performa kerja. Dimensi pertama, kelelahan, cirinya itu seperti namanya “burnout” alias habis terbakar. Digambarkan seperti kehilangan energi, lemah, lelah. Energi kita secara fisik maupun psikis rasanya seperti sudah tidak ada lagi tapi masih harus terus kerja. Ibarat kendaraan nih, sudah tidak ada bahan bakarnya tapi tetap dipaksa buat hidup dan jalan. Alhasil kendaraan itu perlu didorong atupun ditarik untuk bisa bergerak. Dimensi kedua, perasaan sinisme, tergambar sebagai sikap negative atau tidak pantas. Biasanya tercermin seperti mudah marah, mudah tersinggung, menarik diri, kehilangan idealisme. Dimensi ketiga, ketidakefektifan, tampak pada pencapaian pribadi yang berkurang, penurunan produktivitas atau kemampuan, dan ketidak mampuan menyelesaikan permasalahan dengan baik.

Sebenarnya kenapa sih seseorang bisa mengalami burnout?
Lebih dari dua decade penelitian di berbagai negara tentang burnout berhasil menggambarkan enam domain utama penyebab burnout yang teridentifikasi, yaitu beban kerja, kontrol, penghargaan, komunitas, keadilan, dan nilai-nilai. Beban kerja yang berlebih adalah kondisi pekerjaan yang membuat pekerja sedikit kesempatan atau bahkan tidak ada waktu untuk beristirahat, memulihkan fisiki maupun pikiran, dan menyeimbangkan diri. Kurangnya kontrol berarti kesulitan mendapatkan akses ke sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan secara efektif menyebabkan kelelahan. Contohnya seperti ketika kamu memiliki atasan yang tidak memberi kejelasan tentang seberapa besar ekspektasi dia buat kerjaan kamu, tidak menjelaskan juga apa peran kamu dalam kerjaan itu, kamu bertanggung jawab kepada siapa, bisa ngambil keputusan apa aja, dan bisa  kerja sama siapa saja. Rasa yang muncul secara terus menerus adalah bingung dan serba salah. Area penghargaan mengacu pada penguatan pembentukan perilaku dalam bentuk pengakuan dan sikap menghargai baik secara finansial, institusional, maupun sosial yang merupakan kebutuhan dasar individu.  Area komunitas berkaitan dengan dukungan orang lain dan rasa percaya terhadap orang lain. Area keadilan adalah tentang sejauh mana keputusan di tempat kerja dianggap adil dan setara. Area keadilan ini dapat memicu rasa sisnisme, kemarahan, dan mungkin permusuhan karena merasa diperlakukan kurang pantas. Emosi-emosi tersebut bersifat negatif, alias menyerap energi besar. Area yang terakhir yaitu nilai-nilai, mengacu pada kesesuaian antara nilai-nilai lingkungan atau tempat kerja dengan nilai-nilai pribadi yang dianut. Hal ini berkaitan dengan pikiran dan emosionalnya untuk mencapai harapan dan cita-cita.

Dampak burnout bisa mengenai diri sendiri, orang lain di sekitar, maupun tempat kerja loh.
Kondisi burnout bisa membawa efek negative ke Kesehatan fisik maupun psikis. Sebab stress berkepanjangan yang tidak terkelola dengan baik bisa mengganggu berbagai kondisi tubuh kita sistem imun melemah dapat menyebabkan meningkatnya resiko ke berbagai masalah kesehatan kaya obesitas, diabetes, penyakit jantung, berbagai rasa sakit di kepala, insomnia, bahkan kematian yang lebih awal. Tidak hanya itu burnout juga menyebabkan kita jadi kurang mampu bersikap efektif dan itu memberi efek negative ke orang-orang sekitar. Seperti gunung api meletus yang mengeluarkan lahar panas, luapan emosi negative seperti kemarahan, kekecewaan, kesedihan, juga akan mengenai orang disekitar seperti contohnya jadi tidak sabar menghadapi klien dan rekan kerja, bersikap sinis, atau bahkan membuat orang lain kelimpahan pekerjaan yang tidak bis akita selesaikan dengan baik. Secara lebih lanjut, kondisi burnout juga akan mempengaruhi performa perusahaan, organisasi, maupun kelompok.

Gimana Cara Mengatasinya ?
Ada berbagai cara untuk menanggulangi burnout, dari level individu, kelompok kerja, dan organisasi. Akan tetapi, secara umum, penekanan utama adalah pada strategi individu terlebih dahulu daripada sosial atau organisasi. Berikut rekomendasi yang bisa kamu gunakan :

  1. Mengubah pola kerja. Cobalah untuk bekerja lebih sedikit, mengambil lebih banyak istirahat, menghindari kerja lembut,menyeimbangkan waktu untuk pekerjaan dan memperhatikan kesejahteraan diri.
  2. Mengembangkan keterampilan mengatasi masalah. Coba belajar mengenai mengenali dan mengubah pola-pola berfikir yang kurang adaptif, belejar mengenai resolusi konflik, dan manajemen waktu.
  3. Mencari dukungan sosial. Meminta tolong kepada orang lain bukanlah sesuatu yang salah dan memalukan loh, hanya saja pastikan kamu menyampaikannya kepada orang dan lingkungan yang tepat, yaitu yang memang bisa membuat kamu merasa terdukung, bukan orang atau lingkungan yang justru bersikap merendahkanmu dan menjadikan kondisimu sebuah lelucon.
  4. Coba berbagai strategi relaksasi. Ada banyak cara untuk relax, setiap orang menyukai cara yang berbeda, maka temukanlah cara yang kamu rasa cocok denganmu. Diantaranya bisa menggunakan strategi melakukan aktifitas ringan seperti menyapu, bersih-bersih, merapihkan barang, mandi air hanya, olah raga, mengunjungi keluarga, berinteraksi dengan orang tua atau anak-anak, menikamati alam ke pantai atau pepohonan, membaca buku, yoga, ibadah, dan lain-lain.
  5. Mengembangkan pemahaman dan kesadaran tentang diri sendiri. Kamu bisa mulai dengan self-talk, menganalisis diri, membuka diri, atau melakukan konseling dan terapi dengan profesional.

 

Referensi :
Maslach, Christina,  Michael P. Leiter. (2016). Understanding the burnout experience: recent research and its implications for psychiatry. World Psychiatry, vol.15 (2), 103-111.
Toker, S., Melamed, S., Berliner, S., Zeltser, D., & Shapira, I. (2012). Burnout and risk of coronary heart disease: A prospective study of 8838 employees. Psychosomatic Medicine, 74,  840–847. doi:10.1097/PSY.0b013e31826c3174
Maslach, C., & M. P. Leiter, (Eds.). (2015). It’s time to take action on burnout. Burnout Research2, iv–v. doi:10.1016/j.burn.2015.05.002

 

Ditulis oleh :
Ajeng Diah Hartawati