9 Kebiasaan Perfeksionis yang Bisa Menghancurkanmu dan Perlu Dilepaskan

Perfeksionisme kerap dikaitkan dengan upaya mencapai standar tertinggi dalam segala aspek kehidupan, namun tanpa toleransi terhadap kesalahan dan kegagalan yang bersifat manusiawi, hal ini justru dapat menghambat kemajuan dan pencapaian tujuan pribadi maupun profesional. Dorongan untuk selalu sempurna ini sering mengakibatkan tekanan psikologis yang berkepanjangan dan stres berlebih, yang pada akhirnya menunda proses pembelajaran dari pengalaman serta menghambat inovasi dan perkembangan diri. Kesadaran ini penting sebagai refleksi pribadi dalam menghadapi ekspektasi yang tidak realistis, di mana penerimaan terhadap kekurangan menjadi kunci untuk membuka jalan menuju kesuksesan yang lebih berkelanjutan.

Penelitian telah mengungkapkan bahwa dampak perfeksionisme tidak terbatas pada aspek perilaku saja, melainkan juga mempengaruhi kondisi mental individu secara signifikan. Studi menunjukkan bahwa kecenderungan perfeksionis dapat meningkatkan pola pikir ruminatif yang pada gilirannya berkontribusi terhadap depresi serta gejala burnout, terutama dalam lingkungan akademik dan profesional. Penelitian menunjukkan bahwa penerimaan terhadap ketidaksempurnaan serta pengurangan tekanan internal merupakan langkah esensial untuk mencapai kemajuan secara menyeluruh.

  • Paralisis Analisis & Perencanaan Berlebihan
    Kebiasaan perfeksionis seperti paralisis analisis dan perencanaan berlebihan merupakan hambatan signifikan dalam mencapai kemajuan. Terlalu banyak berpikir dan merinci setiap langkah secara mendalam dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk segera bertindak, sehingga menghambat momentum dan penyelesaian tugas. Fenomena ini sering kali muncul dari kecenderungan berpikir berlebihan yang mengakibatkan keengganan untuk mengambil tindakan demi menghindari potensi kesalahan, seperti yang diuraikan dalam model pengaruh perfeksionisme terhadap inovasi. Oleh karena itu, menetapkan tenggat waktu yang realistis dan berkomitmen untuk bertindak meskipun hasil belum sempurna merupakan solusi strategis untuk meruntuhkan hambatan ini.
  • Terlalu Fokus pada Detail Kecil
    Fokus berlebihan pada detail kecil merupakan kebiasaan perfeksionis yang menguras energi dan mengalihkan perhatian dari pencapaian tujuan yang lebih besar. Kebiasaan ini muncul ketika individu terlalu terpaku pada aspek-aspek minor sehingga kehilangan perspektif terhadap gambaran besar dan pencapaian penting. Penelitian telah menunjukkan bahwa kecenderungan ini berkaitan dengan bentuk negatif perfeksionisme yang cenderung menekankan kesempurnaan kontrol atas setiap aspek, yang pada akhirnya mengurangi kreativitas dan inovasi dalam memecahkan masalah. Dengan memprioritaskan tujuan utama dan mengabaikan detail yang tidak signifikan, individu dapat mengoptimalkan sumber daya kognitif dan emosional mereka untuk pencapaian yang lebih bermakna.
  • Kritik Diri yang Berlebihan
    Kritik diri yang berlebihan merupakan salah satu manifestasi perfeksionisme yang berbahaya, karena kebiasaan ini kerap mengikis kepercayaan diri dan harga diri individu. Sikap internal yang terlalu kritis ini tidak hanya menekan potensi inovasi, tetapi juga meningkatkan risiko masalah psikologis seperti kecemasan sosial dan depresi. Data meta-analisis menunjukkan bahwa dimensi perfeksionisme semacam ini mempunyai hubungan erat dengan perasaan ketidakmampuan dan keputusan negatif atas diri sendiri. Oleh karena itu, mengadopsi pola pikir yang lebih berfokus pada belas kasih terhadap diri sendiri serta prinsip-prinsip pertumbuhan pribadi merupakan solusi efektif untuk mengatasi dampak destruktif dari kritik diri yang berlebihan.
  • Menunda-nunda karena Takut Ketidaksempurnaan
    Menunda-nunda pengerjaan tugas karena ketakutan akan ketidaksempurnaan merupakan kebiasaan yang juga sering muncul pada individu perfeksionis. Ketakutan untuk menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna sering kali mengakibatkan procrastinasi, sehingga tindakan yang seharusnya cepat dan efektif malah tertunda. Fenomena ini berakar dari kekhawatiran akan kesalahan dan kegagalan yang terlalu intens, sehingga individu lebih memilih untuk tidak bertindak sama sekali daripada mengambil risiko melakukan kesalahan. Strategi mengatasi procrastinasi ini melibatkan pengambilan inisiatif untuk mulai bekerja dengan asumsi bahwa perbaikan dapat dilakukan seiring waktu, menggeser fokus dari ketakutan akan kesempurnaan ke penghargaan atas kemajuan yang dicapai.
  • Menghindari Risiko & Inovasi
    Menghindari risiko dan inovasi adalah strategi defensif yang kerap diterapkan oleh perfeksionis sebagai upaya menghindari kegagalan. Sikap risk-averse ini menghambat proses inovatif dan mendorong kecenderungan untuk tetap berada dalam zona nyaman yang sudah dikenal. Penelitian menunjukkan bahwa perfeksionisme negatif cenderung mengutamakan penghindaran kesalahan, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan mengambil langkah berani menuju kemajuan. Dengan mengadopsi pendekatan yang mendorong pengambilan risiko secara bertahap serta memberi penghargaan pada setiap langkah maju, individu dapat memperoleh keseimbangan antara aspirasi kesempurnaan dan kebutuhan untuk berkembang secara inovatif.
  • Tidak Pernah Merasa Puas dengan Kesuksesan
    Perfeksionisme sering kali menimbulkan perasaan ketidakpuasan meskipun pencapaian yang diraih sebenarnya sudah signifikan. Individu yang terus mengejar kesempurnaan sering gagal merasakan kebahagiaan dari kemajuan yang telah diraih karena selalu merasa bahwa pencapaian tersebut belum cukup sempurna. Dalam konteks ini, pendekatan yang menekankan pentingnya mengakui setiap kemajuan, sekecil apa pun, serta merayakan pencapaian tersebut secara konsisten dapat membantu mengurangi beban psikologis yang muncul akibat tuntutan yang terlalu tinggi terhadap diri sendiri, seperti yang dinyatakan dalam penelitian mengenai perfeksionisme akademik.
  • Mikromanajemen & Takut Delegasi
    Dalam ranah manajerial, kecenderungan perfeksionis tampak pada perilaku mikromanajemen dan ketakutan untuk mendelegasikan tugas, yang dapat menghancurkan kepercayaan dalam tim serta menyebabkan pemborosan waktu dan sumber daya. Penelitian kualitatif menunjukkan bahwa individu dengan karakteristik perfeksionis cenderung mengandalkan kontrol yang berlebihan ketika menghadapi tugas, sehingga sulit untuk memberikan kepercayaan kepada orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan. Solusi yang diusulkan adalah untuk mendelegasikan tugas secara bijaksana, dengan mempercayai kemampuan rekan satu tim dan memberdayakan mereka agar mampu berkontribusi secara optimal.
  • Menetapkan Harapan yang Tidak Realistis
    Salah satu kesalahan kognitif yang kerap dilakukan oleh para perfeksionis adalah menetapkan harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri maupun orang lain. Harapan yang berlebihan ini biasanya mengundang kekecewaan ketika realitas tidak sesuai dengan impian atau ekspektasi yang dibentuk secara ideal. Untuk mengatasi hal tersebut, penting bagi individu untuk menetapkan tujuan yang dapat dicapai dengan seimbang, yakni menggabungkan ambisi tinggi dengan evaluasi realistis terhadap kondisi dan sumber daya yang tersedia. Dengan cara ini, frustrasi dan kekecewaan dapat diminimalisir sehingga peningkatan kesejahteraan psikologis dapat terwujud.
  • Terus Mencari Validasi
    Tekanan untuk selalu mendapatkan validasi eksternal merupakan ciri khas dari perfeksionisme yang berpotensi melemahkan kepercayaan diri internal. Ketergantungan terhadap pengakuan dan persetujuan dari orang lain membuat individu kehilangan arah pada nilai-nilai pribadi yang seharusnya menjadi pedoman dalam meraih kesuksesan. Penelitian menunjukkan bahwa regulasi emosi yang efektif dapat membantu mengatasi kecenderungan mencari validasi, sehingga individu lebih mampu menginternalisasi nilai diri dan menyesuaikan tekanan eksternal. Dengan demikian, pergeseran fokus dari kebutuhan akan validasi eksternal menuju penanaman kepercayaan diri yang bersumber dari dalam diri sangat penting untuk pertumbuhan pribadi maupun profesional.

Kebiasaan perfeksionis yang mencakup perasaan tidak pernah puas, kecenderungan mikromanajemen, penetapan harapan yang tidak realistis, dan pencarian validasi eksternal berdampak signifikan terhadap kesejahteraan dan produktivitas individu. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kenikmatan atas setiap pencapaian, tetapi juga menimbulkan hambatan dalam pengembangan diri dan interaksi tim, sehingga mengakibatkan stress, kecemasan, serta penurunan kinerja. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mengadopsi pendekatan yang memungkinkan perayaan pencapaian meskipun kecil, mendelegasikan tugas secara bijaksana, serta menetapkan tujuan yang realistis guna mengurangi tekanan perfeksionisme dan mendorong pertumbuhan pribadi serta profesional.

Referensi :
Akbaba, M. F. (2024). Examining School Satisfaction in Adolescents: The Role of Academic Perfectionism and Meaning in Life. The Universal Academic Research Journal, 6(3), 143–150. https://doi.org/10.55236/tuara.1473940
Fadhlurrahman, F. R., Rahayuningsih, T., & Anggreiny, N. (2024). Peran Perfeksionisme Terhadap Academic Burnout Pada Mahasiswa Kedokteran: Pengujian Perfeksionisme Model 2 X 2. Insan Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 9(1), 82–107. https://doi.org/10.20473/jpkm.v9i12024.82-107
Ferber, K. A., Chen, J., Tan, N., Sahib, A., Hannaford, T., & Zhang, B. (2024). Perfectionism and Social Anxiety: A Systematic Review and Meta-Analysis. Clinical Psychology Science and Practice, 31(3), 329–343. https://doi.org/10.1037/cps0000201
Grudug, P. D. D., & Surjaningrum, E. R. (2021). Peran Ruminasi Pada Pengaruh Perfeksionisme Terhadap Depresi Pada Dewasa Awal. Buletin Riset Psikologi Dan Kesehatan Mental (Brpkm), 1(1), 629–637. https://doi.org/10.20473/brpkm.v1i1.26798
Jia, Y. (2025). Bridging Perfectionism and Innovation—a Moderated-Mediation Model Based on Achievement Goal Theory. Frontiers in Psychology, 16. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2025.1468489
Leonita, E. (2022). Penggunaan Cognitive-Behaviour Therapy Berbasis Internet (ICBT) Dalam Penanganan Masalah Perfeksionisme: Systematic Review. Humanitas (Jurnal Psikologi), 6(2), 173–188. https://doi.org/10.28932/humanitas.v6i2.5022
SALTÜRK, A. (2022). A Qualitative Study Among Self-Identified Perfectionists and Procrastinators in Academic Tasks. Participatory Educational Research, 9(2), 1–24. https://doi.org/10.17275/per.22.26.9.2
Youn, S.-J., & Lee, J. (2022). Emotion Regulation Mediates the Relationship Between Perfectionism and Self-Handicapping Among Dancers. Ijass(International Journal of Applied Sports Sciences), 50. https://doi.org/10.24985/ijass.2022.34.1.50
Yousafzai, D. K. (2025, January 1). 9 Destructive perfectionist habits to let go of in 2025 | Danish Khan Yousafzai [Online forum post]. https://www.linkedin.com/posts/danishkhanyousafzai_9-destructive-perfectionist-habits-to-let-activity-7280187673338691584-LVSG/?utm_source=combined_share_message&utm_medium=member_desktop_web
Zhang, J., Liu, L., & Wang, W. (2021). The Moderating Role of Grit in the Relationship Between Perfectionism and Depression Among Chinese College Students. Frontiers in Psychology, 12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.729089

Penulis : Ajeng Diah Hartawati M.Psi, Psikolog