2 Langkah Awal untuk Membangkitkan Diri dari Keterpurukan

Apakah kamu sedang dalam salah satu, sebagian, atau semua kondisi perasaan dan pikiran berikut ini? 1)cenderung pesimis, 2)lebih suka menyerah, 3)menunda penyelesaian tugas, 4)cenderung menilai negative suatu persoalan, 5)memilih sikap menghindar, 5)inferior/rendah diri, dan 6)cemas berlebih.

Jika permasalahan-permasalahan tersebut terus berlanjut maka dapat membuat proses pembentukan konsep dirimu terganggu, menghambat proses penyelesaian pendidikan, dan juga menjadi kendala kamu dalam berkarir lho. Lalu diriku harus bagaimana? Apa yang perlu dilkaukan? Mulai dari mana?

Okey, langsung saja ya.

Langkah pertama yang kamu perlu lakukan adalah Akui Saja jika saat ini dirimu merasa seperti lemas, kurang bersemangat, sering bingung, tak berenergi, sedih, kecewa, marah, dan atau segala perasaan yang tidak menyenangkan dan di cap negative/buruk itu. Sebab perasaan-perasaan itu muncul dengan sendirinya, otomatis respon pikiran tubuh atas sesuatu yang datang, dan manusiawi.

Kemudian coba perhatikan diagram di bawah ini, 

Ini adalah gambar rata-rata tingkat level harga diri pada sepanjang usia (Robins, 2005). Dari gambar tersebut pada masa remaja (usia 12-22 tahun), tingkat harga diri memang mengalami penurunan drastis, cenderung rendah, dan kurang stabil dibandingkan masa anak-anak dan dewasa. Jadi kamu tidak sendiri ya. Masa krisis harga diri memang mayoritas mengalami penurunan di masa-masa kamu saat ini. Kondisi ini merupakan akibat pergolakan yang berkaitan dengan pubertas biologis, yaitu perubahan hormon, persepsi tubuh, dan kemampuan berfikirmu yang semakin berkembang.

Kemampuan berfikir semakin berkembang kok malah menjadi harga diri menurun?
Ya, Kemampuan berfikir kamu memang mencapai tahapan dapat membuat rekayasa, pengujian hipotesis, berfikir logis, memikirkan masadepan dan membuat rencana-rencana untuk mencapainya (Santrock, 2016). Tetapi seringkali alih-alih mengambil pelajaran dari hal-hal yang sering di cap tidak menyenangkan, kegagalan, atau kesalahan, kamu malah justru cenderung menyalahkan diri, menilai diri sendiri rendah, dan memunculkan keyakinan-keyakinan irasional dan negatif. Jadi, masalah penurunan harga diri mulai muncul ketika dirimu mulai memikirkan peluang-peluang yang terlewat, harapan-harapan yang tidak tercapai, dan mengevaluasinya dengan pikiran-pikiran negatif yang salah (Orth, 2014).

Harga diri berkaitan dengan anggapan atau persepsi kemampuan diri, penerimaan diri, dan dominasi perasaan diri kamu sendiri.

Jadi, Langkah Kedua untuk membangkitkan diri adalah Cobalah mulai menyadari dan mengamati pikiran-pikiran yang muncul pada setiap kondisi. Pikiran itu juga merupakan refleks otomatis respon atas sesuatu yang dating atau terjadi padamu. Dirimu bisa memutuskan akan setuju dengan apa kata pikiran otomatis tersebut atau menolaknya. Sadari bahwa kamu bisa memilih alternatif penilaian lain yang berbeda yang lebih adaptif, menerima keadaan, menemukan jalan keluar permasalahan, menemukan hal baik, dan bukan merendahkan diri sendiri, orang lain, atau keadaan. Memang tidak mudah untuk terbiasa melakukan hal ini, tapi kamu perlu untuk mencobanya setelah memabaca ini hingga akhirnya menjadi kebiasaan.

Kondisi diri yang cenderung pesimis, lebih suka menyerah, menunda penyelesaian tugas, cenderung menilai negative suatu persoalan, memilih sikap menghindar, inferior/rendah diri, dan cemas berlebih merupakan gambaran harga diri rendah. Mulailah melakukan 2 langkah sederhana yang sudah dijelaskan di atas sebelum kondisi itu memperparah keadaan dirimu, pendidikanmu, karirmu, atau hubunganmu. Kemampuan ini membuatmu bisa lebih mengendalikan pikiranmu dan sikapmu, sehingga energimu tidak terkuras habis dan jadi lebih mudah bangkit, adaptif, dan produktif.

 

Reference
Orth, U., & Robins, R. W. (2014). The Development Of Self-Esteem. Current Directions in Psychological Science, 23, 381–387. doi: 10.1177/0963721414547414
Robins, R. W., & Trzesniewski, K. H. (2005). Self-esteem development across the lifespan. Current Directions in Psychological Science, 14, 158–162. doi:10.1111/j.0963-7214.2005.00353.x

By. Ajeng